Rabu, 25 Desember 2013

Ketika jalan Hijrah ini memilihku


Assalamu’alaykum wr. Wb . . . . . . .
Teruntuk saudariku muslimah yang sedang membaca untaian kalimat yang ku buat, kata per-kata ku susun hingga menjadi sebuah cerita manis yang tidak mungkin aku lupakan. Bersyukur atas kehadirat Allah SWT yang karena nikmat dan hidayahNya hingga akhirnya aku diberi kesempatan untuk menuaikan cerita hidupku. Cerita yang akan selalu kuuikir manis sepanjang masa. Cerita yang mengantarkanku pada titik temu yang selama ini aku cari. Rasanya bagaikan menemuka setetes air di gurun sahara.
Mencoba menoleh sebentar akan sosok diriku beberapa tahun yang lalu. Seorang muslimah dengan jeans ketatnya bak rocker, dibalut dengan kerudung gaul yang lagi nge-trend saat itu. Rasanya kurang pas jika balutan kerudung yang kupakai tidak disatu padankan dengan baju yang sedang nge-trend pada masa itu. Ya, hidupku memang tak jauh dari muslimah biasanya dengan kegiatan yang mungkin tidak sama sekali berbeda dengan kalian diluar sana. Biasa saja! Dua kata yang bisa ku deskripsikan tentang diriku. Tidak pernah kutemukan rasa bersyukur kepada sang pencipta atas apa yang telah terjadi padaku saat itu. Bagai air yang tak pernah terjamah oleh manusia, mengharap belas kasih manusia untuk meneguk. Jangankan meneguk, untuk menyentuh pun rasanya tak ingin saking keruhnya air itu. Air yang hanya diam pun lama-lama akan mengeruh karena tidak adanya pergerakan. Ya seperti itulah gambaran manusia layaknya air yanb tak beriak.
Pikir-pikir setiap hari kayanya ada yang kurang dalam diri. Entah apa tapi selalu merasakan hal itu. Alhamdulillah aku selalu diberikan posisi yang aman dan nyaman sama Allah. Terutama soal pendidikan. Dari dulu, Allah selalu berikan aku peringkat pertama dikelas. Dan lagi sekarang saat duduk dibangku kuliah aku diberi kesempatan untuk menjadi bagian dari teman-teman aku yang bisa dibilang IPK nya cukup lumayan tinggi. Namun, masih saja terasa kurang. Apa ya? Setiap hari merasa resah, hidup terasa gelisah. Pikiran pun tak tenang. Ya Allah, apa sebenarnya yang terjadi pada diri ini. Ada apa di balik semua ini. Apa yang kurang dari diriku. Bantu hamba untuk mencari jalan keluarnya.
Hampir 2 tahun aku memutuskan diri untuk berjilbab. Tapi rasa-rasanya kok hidup kaya gini-gini aja. Bukannya semakin baik malah semakin buruk kalau dibilang. Terbesit pikiran seperti ini “Man, kalau manusia hidup gak ada pergerakan yang lebih baik bahkan lebih mundur mendingan nggak usah hidup. Buat apa hidup ga ada kebermanfaatannya sama sekali. Pakai jilbab udah 2 tahun tapi kok nggak sama sekali mencerminkan muslimah yang baik. Kamu bawa nama agamu man, tanggung jawab sama apa yang kamu kenakan. Malu man kalau nama ISLAM jadi jelek gara-gara kamu”. Gak tau syaitan apa yang lagi merasuk kedalam tubuhku hingga aku berpikir demikian. Pergaulan pun kian hari nggak ada peningkatan. Banyak teman yang mengkhianati, banyak teman yang saling membicarakan, dan lagi banyak juga yang mencibirku. Mulai dari sikapku mungkin atau gaya bicaraku yang dibilang ceplas-ceplos yang terkadang menyakitkan perasaan orang lain tanpa aku sadari. Mungkin sudah terlalu banyak lidah ini menyakiti hati orang lain. Ya Allah hanya padamu aku memohon sedalam-dalamnya jika diri ini saja pun tak sanggup untuk menghitung seberapa banyak. Belum lagi ditambah ingkunganku dibidang entertainment. Aku mengikuti salah satu kegiatan mahasiswa di kampus yaitu paduan suara. Selepas latihan paduan suara biasanya aku dan kawan-kawan menyempatkan diri untuk jalan-jalan ataupun kumpul-kumpul sebentar hanya untuk sekedar ngobrol-ngobrol. Tak banyak dari temanku yang bertanya “kok bisa sih man setiap hari kerjaan lo kaya begini tapi bisa masuk kelas unggulan?” hahaha pertanyaan yang mungkin sebenernya agak jlebbb tapi entah kenapa saat itu aku merasa hal itu bukan hal yang aneh bahkan biasa saja dan tidak perduli orang lain mau bicara apa. Ya, gaya emang nomor satu. Main boleh sama siapa aja tapi prinsipku sejak dulu, soal nilai dan pendidikan itulah yang nomor satu. Terserah teman-teman yang lain mau jungkir balikpun nggak perduli, kalau mereka ajak bolos kuliah aku pun hanya bilang “Sorry, gue punya tanggung jawab sama orangtua gw yang udah ngirim gue ke depok buat kuliah. Soalnya beliau yang kasih uang bayaran, kalau gue bolos lo mau nggak tanggung jawab sama nilai gue dan bayaran gue semester besok??” hahaha. Ujung-ujungnya mereka pun meledek. Tapi sekali lagi, hal itu tak terlalu aku hiraukan.

Hari demi hari, semester demi semester pun aku lalui. Kira-kira waktu itu semester 5 pun datang. Kebetulan aku kedapatan 2 SKS matakuliah pendidikan agama islam. Kangen juga, berasa kembali ke SMA lagi kalau inget pelajaran ini. Hari itu dosen agamaku menjanjikan bahwa minggu depan akan diadakan pengambilan nilai untuk membaca Al-Qur’an sebagai nilai tambah untuk Ujian Tengah Semester (UTS). “Ah selow aja lah, Cuma ngaji ini kan. Yang penting jangan lupa minggu depan bawa Al-Qur’an” – Seminggu kemudian – “Yak, Sekarang Syifa Rizky Amanda yang giliran maju kedepan untuk membacakan potongan ayat yang akan saya berikan” , ujar dosenku. Beliau berkata demikian sehingga akupun menyegerakan diri untuk maju ke depan untuk pengambilan nilai.
Dosen X               : Coba yang ini dibaca (Sambil menunjuk potongan ayat yang beliau berikan)
Aku        : “Bismillahirrahmaniirrahiim, …………….”
Dosen   : Coba di baca ulang!!
Aku        : “Bismillahirrahmaniirrahiim, …………….”
Dosen   : Maksud saya bacanya coba yang bener!
Aku        : itu udah yang bener pak, maaf salahnya saya di mana ya?
Dosen   : Saya mau Tanya, kamu ngaji sehari berapa kali?
Aku        : Emangnya kenapa pak? Emmm, seminggu sekali mungkin pak saya juga lupa.
Dosen   : Astagfirullah, kamu sampai lupa?? Lalu kamu kalau mengjai biasanya sama siapa?
Aku        : sama temen saya pak, kadang sendiri sih pak kalau selepas sholat.
Dosen   : kamu besok panggil guru ngaji yah, bacaan kamu berantakan banget. Saya khawatir kalau kamu ngaji sendirian nggak ada yang bimbing.
Kira-kira demikian percakapanku dengan dosen Agamaku di siang itu. Sewaktu ku lihat, dia memberikanku nilai C-. bayangkan, itu sebuah nilai yang buruk. Bahkan nilai buruk yang pernah aku dapatkan sedari duduk dibangku sekolah dasar. Entah apa pikiranku saat itu, rasa kesal, ngedumel, jengkel, mau nangis, campur aduk deh pokoknya. Gado-gado sih enak kalau dicampur-campur, tapi ini abstrak banget bahkan random banget nggak bisa lagi dijelasin pakai kata-kata.
Hari itu bagaikan mimpi buruk bagiku, sedari dulu aku nggak pernah dapat nilai jelek. Ini dapet C- dan itu nilai agama. AGAMA lho AGAMA!!! Tiba-tiba ada bisikan kecil mengatakan “gue sih malu man kalau nanti anak lo lihat kalau ibu nya nilainya bagus-bagus tapi ngajinya nggak bener”. Jlebbb, makin meracau rasanya kedatangan pikiran seperti itu. HELLLLLLLLLPPPPPPP siapapun tolong bantu please!!!
Beberapa hari kemudian aku datangi temanku yang ku tahu dia mengikuti salah satu kegiatan rohani islam dikampus. “eh sist, biasanya lo kalau ngaji dimana sih? Gue mau dong ikutan. Gue malu gila dosen kemarin ngomong kaya gitu ke gue”. Temanku pun menjawab dengan bijak perihal keinginanku saat itu, ia mengajakku untuk mengikuti kegiatan mentoring. Padahal yang ku mau adalah belajar mengaji. Tapi Alhamdulillah, aku telah tersesat dijalan yang benar. Kalau saja temanku tak mengenalkanku apa itu mentoring atau halaqah, mungkin aku nggak bisa cerita pengalaman semua ini. “gue harus pakai baju apa dan bawa apa aja nih? Taku salah kostum?”, “pakai rok aja deh, gue sih biasanya juga kalau mentoring pakai rok. Emm, nggak enak sama kakaknya”. Baiklah ku turuti perkataan temanku. Kali itu pertama kalinya aku tahu apa itu mentoring dan ngapain aja disana.
“Eh kenalan dulu dong, kamu temannya nana (nama disamarkan) ya? Kenapa kalau boleh tau mau ikutan mentoring?” aku pun menjawab pertanyaan kakak itu dengan lugas bahwa aku ingin mempelajari ilmu agama lebih dalam. Disana aku mendapati teman-teman yang baik. Padahal, saat itu aku merasa bahwa akulah yang paling aneh diantara yang lain. Mereka bagaikan bidadari yang ku lihat dibumi. Tuturnya, sikapnya, kepiawan mereka dalam berkata sungguh membuatku jatuh hati. Ternyata begini ya kehidupan real seorang muslimah. Mengisi kajian, mengisi jam dengan tilawah dan mentadaburi Al-Qur’an, mengerjakan amal ma’ruf dan menjauhi yang munkar. Wah, sangat jauh dari diriku. Malu rasanya untuk datang lagi, tapi aku optimis kalau aku harus memaksa diri dan menghilangkan rasa malu yang ada didalam hati kalau aku mau berubah.
Akhirnya kegiatan itu pun aku lakukan dengan rutin, tapi nggak gitu aja langsung berubah. Lagi-lagi Allah menunjukanku tentang indahnya perjalanan Hijrah. Aku melihat sesosok perempuan berjilbab panjang berjalan didepanku, pikirku “Subhanallah, cantiknya. Shalihah sekali, gak tau kenapa adem banget ngeliatnya. Pengen banget ya Allah”. Cuma berani berkata dalam hati. Inilah orang cupu sesungguhnya, ingin sesuatu tapi Cuma berkata dalam hati tanpa mencoba melakukannya. Lama-lama berpikir, kalau Cuma mau doang tapi nggak dilakuin kapan bisa terwujud apa yang diinginkan.
Hari ini aku berencana untuk pulang kerumah, kebetulan aku ngekos. Aku mencoba menambah lipatan jilbabku dan memanjangkannya. Iming-iming dengan keinginanku semalam, aku ingin mencobanya. Mungkin dengan mencoba feelnya lebih dapet… Tadaaaa, ternyata dengan begini rasa manisku nggak luntur kok karena jilbabku. Justru aku merasa lebih mantap untuk berhadapan dengan Allah sang maha pencipta. Sudahlah berhias diri depan manusianya, lagian aku merasa nggak aka nada habisnya jika aku terus berkaca agar manusia lain melihat. Tapi sesungguhnya aku tak pernah berpikir apa yang Allah liat jika aku nggak pernah sama sekali berdandan untukNya dengan mempercantik diri dengan membasuh air wudhu untuk beribadah. Manda, its your time to change!!! Baiklah, aku mencoba untuk memantaskan diri lebih dalam. Setelah itu, nggak sedikit teman-teman yang mencemooh bahkan berkata yang bermacam-macam akan jilbab baruku ini. “kaya ibu-ibu deh, dandan yang sewajarnya aja kali”, “jadi islam yang biasa-biasa aja gitu terlalu etrkesan fanatik”, “masih muda kali, ga nyesel nanti nggak bisa ikut trend fashion saat ini”, “aduh, jilbab lo bikin gue gerah tau mana depok panas banget lo pake dobel dobel gitu”, “emangnya mau apa perusahaan nerima lo kalo jilbab lo sepanjang kaya gitu. Mau makan apa nanti?”, “lo ajaran sesat ya pasti, ikut kajian apa lo?? Awas bentar lagi pasti bakalan jadi ninja gaull nih pake cadar”, “emm, kayanya lo patah hati ya man trus langsung frustasi makanya sekarang kerjaannya ke masjid mulu”. Itulah sebagian omongan-omongan yang sering aku dengar. Sebenarnya sesekali mencoba untuk menutup telinga, nggak perduli mereka mau ngomong apa. Toh lebih indah jika Allah yang memberi komentar. Tak sedikit juga sorot mata yang memandangku ‘aneh’ dan ‘ribet’. Padahal, aku merasa nyaman seperti ini. Nggak repot-repot mau bergaya dulu, praktis dan juga nggak rempong. Lagian, seandainya suatu saat aku nggak dapet kerja karena alasan perusahaan tersebut nggak mau nerima pekerjanya karena aku menggunakan jilbab, ku rasa itu justru perusahaan yang tidak baik, kenapa? Emang salah kalau karyawannya takut sama tuhanNya? Loh, si boss aja selalu pengen apa omongannya didenger, apalgi Allah yang punya alam semesta ini. Bismilllah, aku melangkah karena Allah dan dengan menyebut nama Allah. Inshaa Allah, Allah pun akan selalu menyertai langkah ini. Allah nggak akan membiarkan hambaNya kesulitan. “barang siapa membela agama Allah maka Allah akan membelanya”, kalau tidak salah ayat itu ada pada surat Muhammad:7. Syaitan selalu saja menakut-nakuti aku akan kemiskinan dan kesusahan, tapi Allah selalu berjanji pad Al-Qur’an bahwa Allah akan selalu membantu. Baiklah, ini raga dan jiwa punyaMu ya Allah, mohon diatur baiknya gimana. Aku nggak akan takut lagi sama peraturan yang manusia buat, karena sesungguhnya aku pun takut jika engkau menolakku untu ada di syurgaMu. Semenjak itu, hidupku merasa berubah. Pertama, aku diberikan kepercayaa untuk ada di salah satu komunitas muslimah terbesar di Indonesia. Selain itu IPK ku yang makin melonjak dari sebelumnya. Nilai-nilai dikampus semakin hari semakin baik. Banyak dosen dan teman-teman yang semakin menyayangi. Segitu aja? Enggak masih banyak banget, Allah kasih kepercayaan bukan di amanah yang biasa-biasa saja. Aku diizinkan menjadi ketua pelaksana di acara yang cukup besar dikampus mengenai kemuslimahan, selain itu aku diberikan kesempatan untuk menjadi seorang pembicara di geiatan kemuslimahan, yang sebelumnya aku hanya seorang mentee namun sekarang aku diberi amanah untuk menjadi seorang murobiyah. Tak berhenti sampai situ, aku dikasih lagi kesempatan utnuk menjadi seorang trainer dan Alhamdulillah aku dikasih rizki untuk berkurban ditahun ini. Alhamdulillah, tak henti-henti aku mengucap syukur jika aku sebutkan satu per-satu hadiah terindah dari Allah ketika jalan hijrah ini memilihku. Aku tak pernah berharap menjadi seseorang yang hebat, namun aku harap akan banyak ribuan mata yang melihat dan ribuan telinga yang mendengar cerita hijrahku sehingga tak akan ada lagi rasa keraguan dalm diri untuk melangkah jauh lebih cepat menuju jalan Allah. Karena, jika kita memilih suatu jalan menuju jalan Allah, aku pastikan kalian harus bersiap-siap diri menerima ribuan hadiah dan kado terbaiknya Allah. Selain itu, Allah tunjukan jalan yang baik. Lewat event penulisan #JalanHijrahku ini saya mencoba menuturkan apa yang pernah saya alami dan rasakan mengenai perjalan ini hingga pada akhirnya jilbab panjang ini berkibar di kepalaku dan ketika dakwah ini memilihku. Memang jalannya terasa terjal, namun selalu ada jalan panjang yang menunggumu ketika jalan terjal itu kau coba lewati. Selalu ada pelangi yang hadir ketika hujan datang. Dan itu lah rasanya ketika kita memilih untuk berada dijalanNya dan menjadi pejuangnya Allah. Wallahu’alam bishowab ^_^
Wassalamu’alaykum wr. Wb . . . .

Tidak ada komentar: