Selasa, 20 Mei 2014

Ketika NYONTEK sudah jadi hal yang biasa

kala itu aku duduk disemester 1, saat pertama merasakan ujian tengah semester dikampus tercinta. Pertama kali ngerasain ujian dengan status yang berbeda, mahasiswa.


Beberapa bulan kemudian, mulai terbiasa dengan hawa-hawa kampus. Mulai tahu bagaimana susahnya cari nilai dikampus. Beda banget sama SMK dulu, kalau nilai jelek tinggal ke ruang guru buat protes. Walaupun jadi mahasiswa juga bisa protes, tapi prosesnya yang jelas gak sama kaya anak sekolah. Okay, karena udah tau prosesnya riweuh aku pun berupaya keras untuk belajar tekun untuk mendapatkan nilai yang baik. Sebelum menginjakan kaki ke kampus ini aku sudah berjanji pada diriku sendiri, gak mau yang namanya asal kuliah, gak mau yang namanya males-malesan, dan mau tetep jadi anak yang membanggakan kedua orangtua walaupun dipisahkan jarak tak menghalangi keseriusan belajarku. Ngomongin soal UM, aku sih setuju-setuju aja dan gak ada yang bilang juga UM itu haram. Gak ada juga kan fatwa atau hadits yang mengatakan kalau UM itu dilarang? Hehehe . . . .

Kali itu IP pertamaku keluar, hemm cukup bagus walaupun tak begitu terlalu besar namun tetap bersyukur dengan nilai yang kudapat. Hanya huruf A dan B yang menghiasi rangkuman nilai. Walau kalau dilirik dengan teman-temanku yang lain IP nya luar biasa bagus. Hal itu membuatku lebih bersemangat agar disemester 2 nanti aku akan perbaiki nilai-nilaiku. Saat itu juga temanku yang lain berkata “nilai lo berapa? Kok gw bisa dapet D sih? Padahal gw masuk mulu lho… ah kalau gini gw UM aja deh.” Emm ga ada yang salah sih sama statement ini. Hidup ini pilihan, bener kan? Sama halnya kaya pilih jalan, masing-masing orang punya hak sendiri buat tentuin jalan mana yang dia lewati. ‘yang penti sampe kan?’, namun banyak yang tidak memerhatikan proses dari perjalanan tersebut. Sekali lagi saya ungkapkan, masing-masing orang punya pilihan sendiri. Begitupun saya J saya juga bukan mahasiswa yang tergolong pintar, nilai saya bagus karena saya rajin. Dibilang rajin juga enggak, rajinnya pas mau UTS, UAS dan UU aja bisa dibilang. Dikelas juga gak serius-serius banget. Bahkan dikelas biasanya ngurusin yang lain, Alhamdulillah saya diberikan kesempatan untuk mengikuti organisasi-organisasi keren dikampus. Setidaknya kelak ada cerita manis dikampus ungu ini. Kenangan menjadi seorang mahasiswa, walau demikian nilai tetap prioritas utamaku. Sampai sekarang pun juga masih belajar bagaimana memanage waktu dengan baik. Jadi mahasiswa serabutan itu menyenangkan, serabutan kesana kemari, serabutan ngerjain tugas, serabutan ngurusin organisasi, serabutan ngurusin lab, dan selalu serabutan cari nilai. Tapi aku bertekad gak boleh sampe nilai jelek, malu banget aktivis nilai akademisnya jelek. Pintar ngomong di podium, sering ngomong kesana-kesini tapi nilai jelek. Okay jangan tersinggung yang baca tulisanku ya, aku menceritakan prinsip diriku dan sama sekali nggak menyudutkan pihak manapun. Lebih baik kalau cerita ini memotivasi kalian, baik yang baru memulai perkuliahan ataupun yang ingin menyudahi perkuliahan. Buatlah cerita kuliah kalian semanis mungkin J

Balik lagi ngomongin soal UM, beberapa hari ini ketemu sama 3 orang mahasiswa psikologi yang lagi ribet ngomongin skripsi. Hehehe peka banget ini telinga kalau orang ngomongin skripsi. Lagi-lagi ngomongin UM, “eh gimana nilai pancasila lo udah di UM-in?”. seketika aku nggak mau denger lagi pembicaraan mereka. Udah seneng lihat mahasiswa semangat ngomongin skripsi, eh ngomongin UM lagi. “Gw lulus dengan IPK 3.4 dong, bangga banget ya gw”. Bagus sih ga ada masalah juga kalau memang alasannya buat kerja. Baiknya ditambah skill untuk mempertanggungjawabkan IPKnya. Aku aja merasa gak pantes nih dapet IPK x.xx. Okay okay semua harus dipertanggungjawabkan. Banyak orang memilih pilihan untuk UM karena mau skripsi, bagusnya masih ada rasa semangat untuk skripsi. Tapi sebagian temanku yang lain memilih untuk mengulang kelas demi memperbaiki nilai. Aku lebih senang dengan pilihan yang kedua. Mungkin kalian lebih tau apa alasanku. Memang sih yang namanya penyesalan selalu diakhir, “ya gimana kalau nilai gw jelek. Lo enak pinter, nilainya bagus-bagus”. Halooo tok tok tok gak ada orang pinter atau bodoh, yang ada orang yang mau belajar sama enggak. “ya lo enak ngerti, gw susah ngerti”. Lho, memangnya aku langsung ngerti? Mulanya akupun pusing. Namun aku masih mau mencoba belajar untuk bisa. Pesanku untuk mahasiswa yang ingin atau baru memulai perkuliahan, persiapkan dirimu, jangan sia-siakan uang yang telah orangtuamu berikan, kalau Cuma asal kuliah untuk apa? Namanya juga MAHASISWA, beda toh dengan SISWA? Berpikir kritis, bersikap analis dan jauhkan kata praktis. “kalau ada yang gampang ngapain cari yang susah”, tapi satu hal jangan sampai karena gak mau susah kita melupakan aarti penting sebuah proses. Hidup ini belajar kan? dan belajar itu didapatkan dari sebuah proses. Apakah Albert Einstein menemukan rumus itu langsung dapat? Enggak kan. baiklah balik lagi saya serahkan kepada para pembaca. Setiap orang punya pilihan masing-masing. Ada satu kata yang ku kutip dari seorang temanku “UM atau enggak itu urusan pribadi masing-masing. Mau mereka nyontek, pake cheat, pake database juga mereka punya tuhan yang selalu memantaunya. Mereka bisa membohongi pengawas, tapi apa bisa mereka membohongi tuhannya? Semua tergantung idealisme kita. Kita sebagai mahasiswa Cuma turun kejalan aja teriak-teriak orasi nyuruh anggota DPR MPR pada turun karena korupsi. Tapi sadarkah kita kalau kita secara nggak langsung mendidik diri kita untuk menjadi koruptor? Pembohong? Pembual? Pencuri? Lakukan dan terapkan kejujuran dari diri sendiri. Belajar, berdoa dan berusaha. Itulah MAHASISWA!!!”

Tadi sore aku menonton acara televisi, ada anak SMA tdak lulus selama 3 tahun. Dan pada tahun ke-4 dia lulus. Dari situ aku belajar arti kejujuran itu mahal. Ketika beliau ditawari untuk pakai ‘joki’, ia menolaknya sekalipun diberikan coretan kertas berisi kunci jawaban. Ia berkata, “aku ingin lulus dengan hasil jerih payahku”. Nggak nyangka ternyata masih ada yang memegang teguh arti kejujuran, jangan sampai kita menuntut arti kejujuran tapi kita sendiri mengajari diri sendiri untuk jadi pembohong.


BELAJAR KERAS DAN BEKERJA CERDAS
“Dedy Gunawan – CEO IDNetwork”

Sekian pemaparan dan tanggapanku mengenai kacamata seorang mahasiswa tingkat akhir merangkum fenomena yang terjadi disekelilingku. 

Tidak ada komentar: