Begitu banyak pertimbangan yang ada. Harus begini dan harus begitu. Lama lama segala sesuatunya bertemu pada sebuah titik kompromi. Semakin kita dewasa semakin kita tahu bahwa apa yang diinginkan tidak selalu harus kesampaian. Bahwa dia adalah sosok yang dijanjikan tuk kita muliakan dalam keterbatasan kita sebagai hamba. Jika sudah sampai pada titik itu, maka kita akan semakin sadar bahwa pilihan kita, sebaik apapun akan menyisakan sebuah peluang untuk kecewa. Tetapi kekecewaan itu tak seberapa nilainya jika disandingkan dengan rasa bahagia mendapatkannya.
Jika hanya berhenti pada kekurangannya, maka tak ada rasa syukur di dada kita. Jika berhenti pada ketidaksempurnaannya, maka tidak akan ada rasa bahagia berterima kasih atas kehadirannya. Percayalah, bahwa bertemunya kita dengannya adalah bagian dari rangkaian peristiwa yang harus kita syukuri berkali kali. Menikmati senyumnya berkali kali. Membersamainya dalam pikiran dan perasaannya. Serta membantunya dalam sedih dan lukanya, dan menjadi imamnya dalam bingung dan paniknya. Ini adalah episode pendewasaan yang penuh kesabaran.
Maka bersiaplah untuk menghabiskan waktu untuknya. Sebagaimana dia telah bersedia menghabiskan waktu untuk kita. Tiada waktu luang tanpa menyelipkan doa untuk kita. Hari harinya adalah hari hari berpikir bagaimana bisa membahagiakan kita. Maka sudah sewajarnya jika kita pun akan melakukan hal yang sama. Mengisi sisa hidup kita bersama dengan istri kita. Menjadikannya ratu di istana kita. Menjadikannya mulia dalam kemuliaannya. Dan mendidiknya dengan pendidikan yang seharusnya. Kita akan menjadi penyangga dalam rapuh jiwanya, menjadi tongkat dalam rubuh fisiknya, dan menjadi mata di kala dia sangat bingung harus berlari ke arah mana.
Karena banyak diantara kita lupa, menjadi suami bukan semata soal menjadi pemasok materi. Tetapi menjadi hati yang akan selalu membersamainya hingga kita bersama sama masuk ke dalam SurgaNya.
Jika hanya berhenti pada kekurangannya, maka tak ada rasa syukur di dada kita. Jika berhenti pada ketidaksempurnaannya, maka tidak akan ada rasa bahagia berterima kasih atas kehadirannya. Percayalah, bahwa bertemunya kita dengannya adalah bagian dari rangkaian peristiwa yang harus kita syukuri berkali kali. Menikmati senyumnya berkali kali. Membersamainya dalam pikiran dan perasaannya. Serta membantunya dalam sedih dan lukanya, dan menjadi imamnya dalam bingung dan paniknya. Ini adalah episode pendewasaan yang penuh kesabaran.
Maka bersiaplah untuk menghabiskan waktu untuknya. Sebagaimana dia telah bersedia menghabiskan waktu untuk kita. Tiada waktu luang tanpa menyelipkan doa untuk kita. Hari harinya adalah hari hari berpikir bagaimana bisa membahagiakan kita. Maka sudah sewajarnya jika kita pun akan melakukan hal yang sama. Mengisi sisa hidup kita bersama dengan istri kita. Menjadikannya ratu di istana kita. Menjadikannya mulia dalam kemuliaannya. Dan mendidiknya dengan pendidikan yang seharusnya. Kita akan menjadi penyangga dalam rapuh jiwanya, menjadi tongkat dalam rubuh fisiknya, dan menjadi mata di kala dia sangat bingung harus berlari ke arah mana.
Karena banyak diantara kita lupa, menjadi suami bukan semata soal menjadi pemasok materi. Tetapi menjadi hati yang akan selalu membersamainya hingga kita bersama sama masuk ke dalam SurgaNya.